Welcome Selamat Datang di My Blogspot http://pangearunbiru.blogspot.com/?m=0

QWERTY

Mengapa susunan huruf dalam
keyboard mesin ketik, komputer, hingga PDA kita berupa
“QWERTYUIOP” dan seterusnya? Mengapa tidak dibuat
saja berurutan seperti “ABCDEFGH” dan seterusnya?
Mungkin sebagian dari agan sudah tahu ceritanya, tetapi
kalau-kalau agan belum tahu ane copas di sini.
Konon, keyboard tersebut sudah diciptakan sejak tahun
1860an oleh Sholes dan Dunsmore. Awalnya mereka
membuatnya berurutan sesuai abjad. Namun, lambat
laun seiring dengan meningkatnya kemampuan
(kebiasaan) user, kecepatan mengetik menjadi lebih
cepat padahal mekanisme mesin saat itu masih
sederhana. Akibatnya, (baris) tombol tertentu menjadi
sering macet dan menghambat pekerjaan.
Berdasar pengalaman mereka, akhirnya disusunlah
keyboard yang sengaja dipersulit dan dibuat tidak efisien
agar keyboard tidak mudah jammed. Desain mesin ketik
itu kemudian dijual ke Remington untuk diproduksi
secara massal tahun 1873. Susunannya terbagi dalam
empat baris, baris teratas berupa “23456789-”, baris
kedua “QWE.TYIUOP”, baris ketiga “XDFGHJKLM”, dan
baris terbawah “AX&CVBN?;R”.
Seiring berjalannya waktu, teknologi berkembang pesat
dan masalah tombol keyboard yang sering macet sudah
teratasi dengan desain mekanik yang lebih baik.
Sejumlah desain keyboard alternatif juga muncul di
pasaran. Salah satu yang cukup populer adalah Dvorak
Simplified Keyboard (DSK) yang dibuat oleh August
Dvorak tahun 1936. Desain itu diklaim merupakan desain
yang lebih efisien, cepat, dan egronomis.
QWERTY sebenarnya punya banyak kelemahan seperti
membuat tangan kiri Anda overload terutama ketika
menulis dalam bahasa Inggris (hal serupa saya rasakan
ketika menulis dalam bahasa Indonesia). QWERTY juga
membuat kelingking Anda overload. Penelitian
menunjukkan bahwa distribusi huruf tidak merata
sehingga jari Anda harus menyeberang dari baris ke baris
—-bila dihitung jari tukang ketik tipikal akan berjalan
lebih dari 20 mil per hari dibandingkan dengan DSK yang
hanya 1 mil.
Sayangnya, orang tetap ogah berpaling dari desain
“QWERTY” kendati desain tersebut bukan merupakan
desain yang terbaik. Sekalipun teknologi sudah bisa
mengatasi problem tombol yang nge-jam, orang tetap
bertahan dengan desain “QWERTY” bukannya desain lain
yang lebih superior. Alih-alih, QWERTY malah
dinobatkan menjadi standar internasional di tahun 1966.
Hal yang sama juga terjadi di Microsoft Windows. Kita
tentu tahu bahwa Windows bukanlah sistem operasi
terbaik, entah itu dari segi keamanan, kemudahan,
kinerja, sampai soal keindahan. Namun, karena penetrasi
pasar Windows sudah begitu deras, orang mulai terbiasa
menggunakan Windows dan sistem operasi tersebut
menjadi terstandardisasi.
Apakah tidak ada yang lebih baik dari Windows? Tentu
saja tidak. Namun orang perlu pikir-pikir beberapa kali
sebelum berpaling dari standar tersebut. Mereka harus
menghadapi barrier seperti faktor biaya, isu
kompatibilitas, proses pembelajaran, faktor waktu, dan
masih banyak lagi. Akibatnya jumlah mereka yang setia
jauh lebih besar daripada yang murtad. Inilah yang
menjadikan Windows atau QWERTY kemudian menjadi
standar—-kendati mereka bukan yang terbaik.
Dalam dunia ilmiah, fenomena ini dijelaskan sebagai
konsep path dependency dan network externality.
Intinya, inovasi tidak menghasilkan outcome yang out of
the blue, tetapi merupakan perkembangan yang bisa
diprediksi dari yang sudah-sudah. Selain itu, value dari
inovasi tersebut akan makin tinggi bila digunakan oleh
makin banyak orang. Pada tahap tertentu, inovasi
tersebut akan menjadi standar yang digunakan oleh
umum.

No comments: